Widget HTML #1

Menciptakan Suasana Kondusif Akuntansi

Menciptakan Suasana Kondusif
Menciptakan Suasana Kondusif Akuntansi

Menciptakan Suasana Kondusif Akuntansi

Tidak mudah menyakinkan peran pentingnya internal auditor di lingkungan pemerintah dan dewan di era reformasi ini.


Image pengawasan yang kurang sedap disandang aparat pengawas fungsional pemerintah (BPKP, Itjen, Itwilprop, dan Itwilkab) yang begitu besar. Tumpang tindih pengawasan yang selama ini tampak terus berlanjut tanpa pembenahan koordinasi. Hal ini semakin membuat peran internal auditor kurang dipahami sebagian masyarakat.


Kendalanya, budaya tidak mau diawasi (obyek yang diawasi) dan tidak ada unsur kepercayaan (trust) dari sudut pengawas. Sementinya kehidupan bernegara harus ada unsur check and balance. Maka peran internal dan eksternal auditor dalam organisasi manajemen, termasuk manajemen pemerintah sangat diperlukan. Tetapi pemikiran yang berkembang hanya memandang perlu eksternal auditor (BPK) melalui amandemen UUD 45. Pendapat yang menyatakan hanya perlu eksternal auditor dinilai pihak yang memahami fungsi pengawasan salah kaprah.


Keberadaan internal auditor di lingkungan pemerintah yang ada (BPKP, Itjen, Itwilprop, dan Itwilkab) tidak bisa diterima. Usaha yang tidak gampang mengembalikan kepercayaan yang runtuh di era reformasi ini. Sjafri Adnan, aparat BPKP yang diperbantukan di Setneg 1 Agustus 1999 lalu, sebagai pembantu asisten menteri bidang keterpaduan kebijakan secara tidak langsung ikut membuat suasana kondusif di lingkungan kepresidenan atas pentingnya peran internal auditor.


Cara yang ditempuh melalui diskusi, menerapkan konsep akuntabilitas dan melakukan pemeriksaan di lingkungan Setneg. Ini menunjukkan fungsi internal auditor yang baik diperlukan oleh unit organisasi yang bersangkutan. Akhirnya pemahaman atas internal auditor dapat dipahami semua pihak. Bahkan konsep yang mengukuhkan hanya ada eksternal auditor (BPK) melalui amandemen UUD 45, kata Sjafri yang sekarang menduduki staf langsung sekretaris negara Johan Efendi, untuk sementara dapat ditunda. “Saya melihat ini sebagai suatu amanah untuk meningkatkan kepentingan rakyat,” jelasnya.


Kelemahan fungsi internal auditor pemerintah yang ada, menjadi kesadaran jajaran aparat pengawas fungsional pemerintah. BPKP khususnya melakukan upaya konkrit melakukan instrospeksi aparat pengawasan intern pemerintah. Ini ditujukan untuk memperbaiki dan membangun sistem pengendalian intern yang kuat di lingkungan pemerintah.


Maka upaya membentuk internal auditor pemerintah dengan menyatukan seluruh elemen pengawasan intern pemerintah menjadi Badan Audit Pemerintah (BAP) dilakukan. Bahkan Menteri PAN, seperti diakui Sjafri, memahami peran dan fungsi internal auditor dalam rangka otonomi daerah. “BAP saat sekarang dalam proses pengesahan hukum,” tambahnya. Ini merupakan salah satu jalan keluar dari fenomena yang mempertentangkan eksternal dan internal auditor, jelas Sjafri.


Kondisi pengawasan bertubi-tubi, siapa memeriksa apa, tidak ada koordinasi yang jelas dan kesenjangan kualitas dan kuantitas diantara aparat pengawasan menjadi alasan kuat menyatukan lembaga pengawasan. Yang akhirnya membuat aparat pengawasan fungsional pemerintah dilebur menjadi BAP.


BAP merupakan badan sendiri yang ada di setiap pemerintahan pusat sampai daerah. BAP daerah diatur pemerintah daerah untuk melayani kepentingan pengawasan pemerintah daerah. “BAP pusat bukan menjadi bos BAP daerah,’ tambah Sjafri. Karena dalam UU 22 dan 25 maupun PP yang terkait tidak ada satu pasal pun yang mengatur pengawasan dilakukan oleh pusat.


Lalu tanggung jawab BAP daerah ke BAP pusat secara idealnya memberikan tembusan laporan apa yang dikerjakan sebagai bahan me-review terhadap penyelenggaraan pemerintahan. Tetapi mekanisme pelaporannya belum dibuat, tambahnya. Laporan itu sebagai bahan review yang dilakukan BAP Pusat sebagai masukan ke presiden. Selain itu, tugas BAP Pusat melakukan administrasi, pengembangan profesionalisme, menyusun kode etik dan standar pelaporan. “Dengan begitu ada keseragaman yang dapat dibandingkan,” tambah Sjafri.


Kesuksesan BAP


Pembentukan BAP harus didasari untuk kepentingan mendukung otonomi daerah dan meningkatkan profesionalisme auditor, khususnya internal auditor. Sjafri mengatakan ada beberapa PR yang harus dilakukan yaitu memberikan nilai tambah terhadap obyek yang diperiksa.


Tuntutan yang berat terhadap BAP adalah perubahan paradigma pengawasan secara utuh. Misalnya Gubernur minta diperiksa APBD-nya, hasil pemeriksaan BAP harus memberikan nilai tambah kepada APBD tersebut. Harapan semua pihak perubahan wujud harus disertai perubahan pola pikir. Untuk tugas ini Sjafri mengatakan, “Harus berani memulai sesuatu yang benar.”


Berhasil tidaknya BAP sangat ditentukan oleh profesionalisme auditornya. Karena semua bekerja atas nama BAP maka apabila ada kesalahan sangat mudah untuk melakukan review. Bukan yang terjadi sebelumnya, karena begitu banyak aparat pengawasan maka sulit melakukan review. BAP dapat berhasil menjadi auditor yang kuat di negara ini kalau kesenjangan kualitas dapat teratasi dengan baik. Salah satu jalan keluar mengatasi masalah kesenjangan profesionalisme auditor, BAP harus menerapkan secara utuh dan menyeluruh jabatan fungsional bagi auditor dilingkungannya.


Untuk menjadi bagian dari BAP ada seleksi ketat. Bahkan ini juga akan berlaku bagi pindah jalur golongan. Kalau hal ini tidak dijalankan BAP hanya merupakan fatamorgana saja.


(Harry Suharto)

Posting Komentar untuk "Menciptakan Suasana Kondusif Akuntansi"